Minggu, 21 September 2008

Manajemen Media

VISI DAN MISI ATAUKAH SEKADAR KONVENSI POLITIK
oleh Andi Dwi Purwanto 153060043

Visi dan misi adalah suatu rumusan yang harus dapat dilakukan oleh seorang pemimpin ataupun calon pemimpin. Karena melalui visi dan misi itu dapat dilihat apakah mereka adalah seorang pemimpin yang kompeten atau tidak. Hal ini sudah menjadi sebuah kebutuhan, dimana dengan tertuangnya visi dan misi itu dapat dijadikan sebagai acuan dan panduan kedepan. Oleh karena itu, untuk merumuskannya perlu akan perhitungan dan pemikiran-pemikiran yang matang agar nantinya visi dan misi itu dapat dijadikan pedoman sampai terealisasikannya semua obsesi yang diinginkan.
Pasangan HADE adalah pasangan yang telah memenangkan pilgub di jawa barat. Sejumlah kampanye demi menarik perhatian masyarakat terhadapnya mampu mereka lakukan dengan sedemikian rupa. Baik dari perencanaan hingga tahap eksekusi, dan hal ini memerlukan pula manajemen yang baik. Visi dan misi juga mereka paparkan dengan sedemikian rupa. Namun, dengan visi dan misi yang ada belum tentu pemimpin tersebut sedah dapat dikatakan sebagai pemimpin yang baik. Karena semua itu barulah sebuah cover dan image, sehingga apabila masyarakat kurang hati-hati dan selektif, maka akan dengan mudah masyarakat tertipu.
Kerena untuk saat ini untuk membuat suatu visi dan misi bukan lagi merupakan hal yang sulit, terlebih sudah banyak biro-biro jasa yang dapat memberikan jasa tersebut. Sehingga hal ini dapat dijadikan peluang bagi mereka yang belum dapat membuat visi dan misi secara baik dan benar, dan dengan membayar sekian rupiah, maka dalam waktu yang singkat maka visi dan misi itu akan dapat ia terima. Sehingga dapat juga dikatakan bahwa visi dan misi itu dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk melakukan persaingan politik, dengan kata lain siapa yang paling baik (visi dan misi), maka dialah yang memenangkan pertarungan politik. Fenomena seperti ini di negara kita sudah menjadi fenomena yang wajar khususnya disaat menjelang pemilu. Belum adanya undang-undang yang mengatur menyebabkan upaya ini halal-halal saja dilalukan selama itu tidak menimbulkan kekacauan atau anarki.
Sebenarnya dengan visi dan misi itu, dapat kita lihat kepentingan apa yang diharapkan oleh para pemimpin. Kepentingan yang pro ataukah kepentingan yang anti kepada rakyat. Misalnya saja untuk pasangan HADE,
Visi:
“Terwujudnya masyarakat Jawa Barat mandiri, dinamis dan sejahtera”
Misi:
a.Penyerapan satu juta lapangan pekerjaan melalui pengadaan dan pengembangan usaha kecil dan menengah dengan anggaran 200 miliar per tahun.
b.Mengalokasikan anggaran pendidikan dari APBD Jabar sebesar 200 miliar per tahun.
c.Mengalokasikan anggaran pertanian dari APBD sebesar 200 miliar per tahun.
d.Melakukan pembangunan jalan dan irigasi dengan anggaran 200 miliar per tahun.
e.Melakukan revitalisasi posyandu untuk kesehatan ibu, anak, peremuan dan orang lansia yaitu sekitar 50 miliar per tahun. (Kompas edisi 10 April 2008, hal 5)

Hal ini dapat dilihat dari teknik Propaganda Institute of Propaganda Analysis (IOPA) sebuah lembaga yang didirikan oleh Yale University” yang diantaranya (silabus ke 4 komunikasi politik, Susilastuti )
Glittering generalies,
menonjolkan gagasan dengan sebutan-sebutan yang berlebihan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan simpati dari masyarakat karena dilakukan dengan menyebut bahwa usahanya itu adalah demi dan untuk mereka.
Dalam komitmennya, pasangan tersebut berusaha untuk memberikan sugesti kepada masyarakat melalui 5 komitmen yang berorentasi kepada kepentingan masyarakat, khususnya masyarakat kecil. Sehingga image yang tertanam di benak masyarakat bahwa pasangan ini seolah-olah bahwa jabatan yang nantinya ia raih merupakan hasil orintasi kepentingan mereka, dimana masyarakat merasa memperoleh pemberdayaan yang salama ini mereka inginkan seperti dalam bidang ekonomi, sosial, pendidikan dan sebagainya. Saat itu juga masyarakat sanggup melupakan masalah yang selama ini telah mereka rasakan, karena disini masyarakat tergiur terhadap janji-janji dan program yang telah ia dengarkan.
Seharusnya masyarakat tahu bahwa sebenarnya seorang Calon tidak akan luput dari nafsu dan ambisinya. Tidaklah mungkin seseorang bekerja tidak mengharapkan imbalan, dan tidak ada seorang pun yang menginginkan rugi. Alangkah sungguh malangnya nasib negara ini apabila kursi hanya dujadikan sebuah bisnis politik dan lahan perusahan bagi para elit yang berorentasi pada power. Ironisnya banyak komitmen yang tidak terealisasi, hal ini diakibatkan karena ketika mereka dipercaya untuk menjadi seorang pemimpin mereka tak luput dari sejumlah kepentingan yang mereka pikul, sehingga ini menimbulkan calon yang terpilih menjadi kurang independent, pasalnya mereka memikul sejumlah kepentingan yang ada sehingga kadang bukanlah komitmen yang selama ini mereka janjikan terealisasi, namun sibuk mengurusi disrinya sendiri sebagai wakil parpol sebagai upaya hegemoni.
Plain folks,
memberi identifikasi terhadap ide yang dilontarkan. Secara ekstrem, propaganda melakukan sesuatu (mengabdi pada) propagande.
Hal ini nampak pada masalah-masalah yang ditampung cagub ini melalui dialognya terhadap masyrakat. Kelima masalah itu meliputi pemenuhan kebutuhan bahan pokok, kemiskinan, pengangguran, pendidikan dan kesehatan. Mekanismenya pasangan ini sering berdialog langsung dengan masyarakat dari berbagai kalangan seperti pedagang, tukang becak, sopir taksi dan sebagainya dengan tujuan untuk menampung aspirasi mereka sebagai abdi masyarakat. Dimana apabila suatu saat dia terpilih sebagai gubernur, mereka akan memperjuangkan aspirasi masyarakat yang telah ia tampung. Walaupun kita tahu apa yang nampak saat kampanye belum tentu merupakan hal yang riil dan content, namun melainkan sebuah image. Dalam hal ini visi dan misi sebenarnya adalah hal yang tidak terlalu utama, karena visi dan misi tersebut dapat dengan mudah dibuat oleh orang-orang yang ahli dibidangnya sehingga untuk membuatnya sedemikian rupa seorang kandidat tidak perlu capek-capek untuk memikirkanya. Dengan demikian calon hendaknya akan lebih berhati-hati dalam setiap melakukan kontrak politik. Karena kesalahan sekecil apapun yang dilakukan calon akan mempengaruhi kredibilitasnya sendiri sebagai pejabat publik sehingga hal tersebut dapat menjadi sebuah bomerang atau cambuk yang kapan saja dapat menyerangnya, maka dari itu akuntabilitas sangatlah penting.

Pustaka : Silabus ke 4, Komunikasi Politik, Susilastuti
Kompas edisi 10 April 2008, hal 5

Senin, 15 September 2008

Manajemen Media

“Sepintas Mixolidian Organizer”

Oleh : Andi Dwi Purwanto 153060043

Manajemen merupakan hal yang esensial dalam suatu organisasi. Sehingga pengelolaan merupakan hal yang tidak dapat dikesampingkan lagi. Pengelolaan manajemen yang buruk dalam suatu organisasi sudah dapat dipastikan akan juga memperburuk kondisi dari organisasi yang ada. Seperti kurangnya kerjasama, kinerja tidak maksimal dan dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan organisasi tersebut berakhir atau dengan kata lain bubar. Hal ini sama seperti apa yang telah dialami Event Organizer (EO) kami, EO yang bergerak dalam bidang musik yang bernama MIXOLIDIAN ORGANIZER. EO ini terbentuk sekitar pertengahan tahun 2005. Pada awalnya tidak ada sesuatu yang aneh. Dimana EO ini terbentuk dan berjalan seperti EO pada umumnya dan mempunyai sejumlah prestasi. Hal ini dapat dilihat dari sejumlah prestasi yang telah diraih dalam menyelenggarakan 2 Event festival musik Rock Competition di kota Klaten tahun 2006-2007 dan akibat dari itu terkadang berbagai media cetak lokal tertarik untuk mewawancarai dan menulis seputar kegiatan-kegiatan yang telah sukses kami selenggarakan.
Karena berjalan dalam waktu yang cukup lama, maka sepeti EO pada umumnya regenerasi sempat kami lakukan. Namun tidak kami sangka ternyata dengan regenerasi tersebut malah tidak membuat EO kami semakin maju namun malah sebaliknya memperburuk kualitas EO. Tepatnya ketika kami ingin menyelenggarakan Event yang ke-3 sekitar awal tahun 2008. Buruknya manajemen lagi-lagi menjadi salah satu penyebab utama. Padahal usaha kami boleh dikatakan sudah mencapai 50%. Hal ini dapat dilihat dari soal perijinan tempat maupun deal-nya pihak sponshor. Namun, kurangnya tanggung jawab dan kontrol khususnya dalam pengelolaan sejumlah pemasukan uang telah membuat EO ini mengalami sedikit masalah dan ternyata dari sinilah muncul masalah yang pada akhirnya mengakibatkan EO ini terancam bubar.
Sejumlah uang telah digunakan bendahara untuk kepentingan pribadi, padahal untuk menjalankan kegiatan tersebut dibutuhkan dana yang tidaklah sedikit baik dari perencanaan hingga realisasi. Terlebih pihak sponshor sudak memberikan kepercayaan kepada kami. Namun, upaya kami tidak terhenti begitu saja, usaha terus kami lakukan untuk dapat menyiasati keadaan seperti ini. Karena waktu semakin dekat dengan hari-H pelaksanaan dan masalah yang terjadi belum tersolusi, maka kami memutuskan untuk konfirmasi lagi ke ihak sponsor untuk mengundur hari-H pelaksanaan. Namun ternyata pihak sponsor tidak mau menerima alasan apapun, singkat kata EO kami mengalami miss kepercayaan dan telah menganggap EO kami tidak tanggung jawab dan konsekwen. Karena pada awalnya kami dan pihak sponshor sudah sepakat akan perjanjian-perjanjian yang ada, maka sesuai dengan perjanjian tersebut maka pihak sponshor membatalkan kerjasama kegiatan. Sehingga ini membuat kegiatan tersebut akhirnya batal. Dan akibat dari itu, lambat-laun anggota dari kami makin lama makin tidak jelas keberadaanya. Sehingga sampai saat ini aktivitas EO kami menjadi non aktif.


Polemik Internal PDIP

PDIP merupakan salah satu organisasi yang bergerak dalam partai politik. Dimana partai ini diketuai oleh Megawati Soekarno Putri yang dikenal masyarakat dengan simbol kepala Bantengnya. Partai ini menjunjung tinggi asas-asas demokrasi. Puncak karir PDIP dapat dilihat ketika terpilihnya Megawati menjadi Presiden RI periode 1999-2004.
Namun, karir dari partai ini tidak sepenuhnya berjalan mulus. Karena ditengah-tengah pemerintahannya masih saja terjadi konflik-konflik disintegrasi yang mengakibatkan buruknya citra negara kita dimata asing khususnya dalam bidang Politik dan Ekonomi.
Beberapa tafsiran mengenai partai adalah bahwasanya partai adalah merupakan sarana negara demokrasi. Namun, ironisnya terkadang tafsiran tersebut disalah artikan oleh beberapa partai khususnya untuk kepentingan-kepentingan tertentu yang penuh dengan muatan dan tujuan politis.
Kita mungkin melihat dan mendengar info baru-baru ini mengenai apa yang terjadi di dalam PDIP. Mengalirnya 400 cek ke anggota DPR menjadi topik-topik hangat yang menghiasi media cetak maupun elektronik. Agus Condro merupakan orang yang disebut-sebut. Lalu pertanyaannya apa yang terjadi dengan Agus Condro. Pada awalnya dia adalah anggota dari fraksi PDIP namun entah karena apa dia dipecat, dan entah karena apa juga pasca pemecatan itu dia memberikan statement terkait dengan ada 400 cek yang mengalir di DPR 1999-2004.
Berbicara mengenai manajemen mungkin ini ada hubungannya. Dimana apabila pengelolaan manajemen yang bermasalah, maka juga akan mengakibatkan organisasi itu bermasalah pula. Ini dapat dilihat di partai ini. Kurangnya kerjasama dan rasa percaya mengakibatkan orang ini dirasa memberikan ancaman yang berujung pada pemecatan.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa memang kondisi internal dari partai tersebut memang sedikit mengalami polemik. Logikanya dapat dilihat ketika pasca pemecatan anggota tersebut, anggota tersebut langsung membeberkan skandal-skandal yang intinya dapat mengancam anggota-anggota DPR komisi perbankan sebagai lembaga yang kredibel merasa kebakaran jenggot. Lagi-lagi ini tugas KPK untuk melaksanakan angket. Sehingga ancaman ini tidak hanya semata-mata mengancam partai dari PDIP sendiri, namun juga partai-partai lain yang ikut menikmatinya. Oleh karena itu kasus ini hendaknya menjadi momentum bagi para partai politik khususnya PDIP dalam upaya pembenahan internal partai.